Jumat, 07 Juli 2017

Mengapa Sport 250cc 4 Cylinder Hidup di Dekade 1990an dan Kemudian Mati 10 Tahun Kemudian? Bagaimana Prospeknya di Indonesia?




Pencinta motorsport tentu hapal dekade emas 1990an. Di dekade ini sportbike 250cc 4 cylinder lahir. Namun sayangnya kurang lebih sepuluh tahun kemudian genre ini resmi disuntik mati, Mengapa? Apa yang terjadi?
zx2r.jpg
ZX-2R. Photo: Gumtree.co.au
cbr
CBR250RR. Photo: Gumtree.co.au
fzr2
FZR250R. Photo: Gumtree.co.au
gsx.png
GSXR250. Photo: Gumtree.co.au
Oke, pertama-tama, kita bahas dahulu, mengapa genre ini hidup.
Ada dua faktor:
Pertama, pada dekade itu, di Jepang, license untuk untuk memiliki motor ber-cc di atas 250cc (bukan SIM ya) cukup mahal dan sulit didapatkan. Ada barrier atau hambatan yang mirip terjadi di Indonesia saat ini dengan skema pajak PPNBM. Sehingga tercipta kebutuhan di pasar akan adanya motor yang masih 250cc namun memiliki ledakan tenaga lebih. Kemudian hadirlah 250cc 4 silinder. Dengan menurunkan teknologi dari motor 4 silinder ber-cc besar abang-abangnya.
Kedua, pada banyak negara yang memiliki sistem SIM berjenjang, pembatasan masih berdasarkan cc. A1 = 125cc (makanya banyak R125, CBR125 dll). Dan A2 batasannya 250cc. Saat itu tidak melihat ke power-to-weight ratio seperti sekarang. Pokoknya 250cc aja hayukkkk… Ini menyebabkan motor 250cc 4 silinder juga jadi menarik. Karena masih SIM A2, tapi tenaganya gilaaa.
Sayangnya pasar bagi motor-motor ini tergolong terbatas. Negara seperti Jepang dan Australia mengalami periode booming baik dengan grey market (Australia) maupun yang resmi. Di Australia yang masuk melalui ATPM resmi adalah Honda CBR250RR. Sementara pada akhir tahun 1990an, di Malaysia, ZX-2R dimasukkan secara resmi oleh Kawasaki Malaysia.
LALU MAS, mengapa kemudian 250cc 4 Silinder juga mati di pasaran dan akhirnya disuntik mati produksinya?
ALASAN UTAMA: Perubahan regulasi pada penjenjangan SIM tahap 2. Pembatasannya tidak lagi berdasarkan kubikasi 250cc. Namun juga ada batasan Power-to-weight Ratio. Untuk setiap 100kg berat motor, tenaga maksimum yang diperbolehkan adalah 15KW atau 20 HP.
MATILAH motor 250cc 4 cylinder. Wong dengan berat 150an kg tenaga yang didapat sampai 45 HP kokk… itu kan berarti 23 HP jauh lebih tinggi di atas batasan yang ditentukan oleh regulasi. Jadi ga bisa dibeli oleh pemegang SIM A2.
ARTINYA 250cc 4 silinder harus dijual sebagai motor untuk full license (tahap ketiga), bukan tahap A2 (kedua). Lahh ya ga ada yang mau beli.
MENGAPA? karena bagi pemegang SIM full license yang bebas bisa beli motor apa aja, ngapain mereka harus beli CBR250RR kalau bisa beli CBR600RR yang hanya 10% lebih mahal?
Note: CBR250RR pada tahun 1996 dijual di Australia seharga $10,000. Sementara itu CBR600RR hanya di $11,000.
BAGAIMANA PROSPEKNYA DI INDONESIA?
Hidup matinya sebuah produk itu tergantung kebutuhan pasar. Bagaimana barrier/hambatan pasar di Indonesia?
Di Indonesia ambang batas 250cc (terlepas dari powernya) masih sangat penting. Terutama berkaitan dengan pajak dan SIM. Selisih 1cc saja di atas 250cc, pajak melambung 75%.
Motor bergenre sport berkapasitas di atas 250cc yang ada di Indonesia harganya masih berkisar di 150-160 juta rupiah: CBR500R, Ninja 650. Itupun agak sport tourer. Yang benar-benar ber-DNA murni sport bertengger di  harga di atas 270an juta rupiah: R6. ZX6R.
Ada kekosongan harga antara 70 juta sampai 160 juta rupiah disitu. DAn ingat ini market yang kian berkembang.
Dari segi regulasi juga lebih menguntungkan melahirkan kelas 250cc ketimbang di atasnya.
Pertanyaannya: APAKAH DALAM HITUNGAN ATPM  MENDORONG LAHIRNYA KEMBALI KELAS 250CC 4 SILINDER DI INDONESIA CUKUP FEASIBLE?
Bagaimana menurut anda?
 Sumber: https://7leopold7.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar