Minggu, 15 Oktober 2017

Honda Mega Pro 2017 (Oktober)


Pilihan Warna:

Active White


Brace Blue



Brave Black



Renegade Red








Harga (Oktober 2017)




Rabu, 09 Agustus 2017

​Ganti Ban Scoopy Lama Dengan Ban Ring 12″ Milik All New Scoopy Tahun 2017

 10 Agustus 2017



Bro sekalian, saat awal kemunculan All New Scoopy Ring 12” maret lalu, angan-angan yang terlintas di benak admin tentunya adalah coba mengadopsi ban gambot ring 12” tersebut untuk di pasang pada Scoopy eSP lansiran tahun 2014 kepunyaan admin yang  dari lahir dibekali roda dengan lingkar jari-jari 14”.

Pertanyaan admin kala itu, apakah bisa?? Mengingat ukuran velg dan ban keduanya berbeda jauh. Terlebih admin makin pesimis ketika membaca penuturan Pak Edi, selaku Divisi teknis AHM yang di lansir lek IWB di laman blognya 30/03/17.

“Nggak bisa mz. Karena ban dan pelk lebih lebar maka triple clamp new Scoopy juga disesuaikan. Sekarang jarak antar tabung garpu lebih lebar. Kalau diukur yang versi new ini lebaran dibanding old. Artinya kalau dipaksa pasti akan gesekan. Lalu beda triple clamp juga membuat as tengah beda. Belum lagi ban belakang sebab dalam desain dan pembuatan kita harus ukur ulang agar ban besar new Scoopy masuk“

Apakah ban Scoopy lawas bisa diganti ring 12 inch??. Berikut jawabannya…
Namun, rasa pesimis dan penasaran admin terobati saat libur lebaran beberapa waktu lalu. Pasalnya, admin mendapat kesempatan / iseng untuk mengganti Ban Scoopy lama admin dengan ban Ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017.

Nah,. Bagaimana hasilnya?? Silahkan baca lebih lanjut,. Tulisan di bawah ini

Modal utamanya, tentu ban ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017. Kebetulan admin punya teman yang baik hati dan sudi motornya di pretelin. Hehehe





Selanjutnya, tentu honda scoopy lama milik admin lansiran tahun 2014. Nah, untuk proses bongkar-pasangnya admin tidak usah jabarin di sini, karena secara garis besar sama dengan melepas roda motor matik pada umumnya.
Karena proses bongkar pasangnya admin skip, maka langsung ke hasil pemasangannya.
RODA BELAKANG
Untuk Roda Belakang, tidak benar jika di katakan ban ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017 tidak bisa di pasang di scoopy lama.
Admin sudah membuktikan sendiri, roda keduanya bisa saling tukar dan PNP, ukuran as, alur dan  mur pengunci kedua sama. Hasilnya, bro sekalian bisa melihat gambar berikut ini.




Aman, sama sekali tidak ada bagian yang bersentuhan dengan ban. Tentunya, tampilan scoopy lama admin makin sexy,.


RODA DEPAN
Untuk Roda Depan, memang benar jika dikatakan ban ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017 tidak bisa di pasang di scoopy lama secara PNP. Karena, lebar dari triple clamp keduanya memang berbeda.
Saat admin coba pasang, memang terjadi gesekan antara ban dengan tabung suspensi, itupun admin pasang tanpa bushing kanan maupun kiri.



Kendati demikian, bukan berarti sama sekali tidak bisa dipasang,. Jawabnya bisa, namun harus menyesuaikan 2 hal berikut :
  1. Bushing kanan maupun kiri harus di pangkas dengan ukuran yang disesuaikan agar roda bisa tepat di tengah.
  2. Dudukan cakram harus di pangkas, menyesuaikan kaliper rem. Jika tidak dipangkas di jamin piringan cakram akan bergesekan dengan tabung suspensi dan kaliper cakram tidak bisa di pasang.
Nah, cukup perhatikan 2 hal tersebut agar ban depan ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017 bisa di pasang di scoopy lama. Untuk hasil maksimal dan presisi, saran admin sih harus di bawa ke tukang bubut untuk pengerjaannya.
Last, terjawab sudah teka-teki ban gambot ring 12” milik All New Scoopy tahun 2017 , apakah bisa di pasang di scoopy lama.


Sumber: http://warungbiker.com/2017/08/08/%E2%80%8Bganti-ban-scoopy-lama-dengan-ban-ring-12-milik-all-new-scoopy-tahun-2017/



Senin, 07 Agustus 2017

Balada "MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza"


AGUNG KURNIAWAN
Kompas.com - 24/07/2017, 08:01 WIB
Toyota Avanza
Toyota Avanza(TAM)
Jakarta, KompasOtomotif – Diksi pembunuh, akhir-akhir ini gentayangan di seputar berita otomotif nasional. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ini punya arti, orang atau alat untuk membunuh. Kata bunuh sendiri punya arti, menghilangkan nyawa secara sengaja. Agak ngeri-ngeri sedap memang.
Kata ini seolah menjadi favorit buat media menciptakan rivalitas seimbang yang terjadi pada pasar mobil multi guna level bawah alias low multi purpose vehicle (LMPV) tujuh penumpang. Maklum saja, segmen mobil ini merupakan yang terlaris setidaknya dalam satu dekade lebih di seluruh Indonesia.
Penghuninya, tentu sudah tenar, macam Avanza, Xenia, ErtigaMobilio, Evalia, sampai Spin. Nama yang terakhir, sudah menyerah duluan, alias tak dijual lagi di Indonesia, sekaligus jadi satu-satunya merek asal Amerika Serikat yang mundur teratur dari persaingan ketat para merek Jepang.
Segmen LMPV tercipta karena lahirnya “duet maut” Avanza-Xenia, produk hasil kolaborasi antara PT Astra Daihatsu Motor (ADM) dan PT Toyota Astra Motor (TAM), meluncur November 2003. Proyek ini merupakan jawaban pascakrisis moneter yang menjangkit Indonesia pada 1998-1999. Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) yang melejit, memaksa harga Kijang-yang semula menjadi andalan Toyota-naik sampai tiga kali lipat, sehingga tak terjangkau konsumen. Kemudian lahirlah proyek kolaborasi ini.
Avanza dan Xenia memang unik, bak pinang dibelah dua. Uniknya lagi, meski sudah belasan tahun dipasarkan, sampai saat ini masih saja banyak yang belum mahfum, kalau Avanza dan Xenia itu diproduksi bersamaan di pabrik milik ADM di Sunter (akhir 2003), kemudian bertambah lagi dirakit di (pabrik baru Daihatsu) Karawang, Jawa Barat (2013).
Jadi Avanza itu memang buatan Daihatsu, tetapi dipasarkan dengan merek Toyota, dengan diferensial tertentu pastinya. Singkatnya, Avanza dan Xenia itu saudara kembar, serupa tapi tak sama.
Produksi Avanza pernah dibantu oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)-pabrik milik Toyota-di Karawang, akhir 2008, tetapi hanya beberapa bulan dan kembali lagi ke pelukan Daihatsu. Jika pernah dengar istilah, Avanza “Geblek” (varian G, kelir hitam), jenis ini satu-satunya yang diproduksi TMMIN waktu itu. Kala itu, permintaan Avanza begitu fenomenal. Pesanan yang semula ditargetkan 2.000 unit “meledak” berkali-kali lipat menjadi 9.000 unit per bulan.
Duet Avanza-Xenia, nyaris tanpa lawan waktu meluncur ke pasar. Konsumen tentu sangat mudah menaruh pilihannya pada kedua model itu, ketimbang alternatif pilihan yang tersedia di pasar, seperti Suzuki APV, Mitsubishi Maven, Daihatsu Luxio, atau opsi dengan dimensi bodi lebih kecil, semacam Suzuki Carry atau Mitsubishi Colt T-120SS.
Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia
Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia(TAM-ADM)
Nah, meskipun kembar, sepertinya Avanza punya hasil panen yang lebih subur ketimbang sibling-nya, Xenia. Larisnya Avanza di pasar otomotif nasional, tak selalu mampu dibuntuti oleh sang saudara, meski lahir dari “satu rahim”. Tahun keemasan Avanza terjadi pada 2013, di mana Toyota berhasil menjual sampai 213.458 unit. Memang pada tahun itu juga, pasar otomotif lagi bergairah, dengan torehan total penjualan mencapai, 1,229 juta unit.
Kesuksesan Avanza di pasar otomotif nasional bahkan langsung terekam pada tahun perdana produk ini dipasarkan. Faktanya, sejak 2004 sampai saat ini, Avanza masih tercatat sebagai model mobil terlaris di Indonesia. Berdasarkan jumlahnya yang begitu banyak di jalanan Indonesia, baik kota besar, kabupaten, perdesaan, sampai perkampungan, nyaris tak luput dari kehadiran Avanza. Alasan ini juga yang kemudian menciptakan jargon, “ mobil sejuta umat”, kemudian dimodifikasi oleh pewarta menjadi istilah dianggap lebih tepat, “MPV Sejuta Umat.”
Ceruk pasar LMPV di Indonesia punya porsi terbesar di banding segmen lain.
Ceruk pasar LMPV di Indonesia punya porsi terbesar di banding segmen lain.(Ghulam N/KompasOtomotif)
MPV Pembunuh Pertama
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, porsi LMPV terhadap pasar mobil baru di Indonesia sekitar 30 persen per tahun.  Melihat besarnya ceruk pasar yang tersedia di segmen LMPV dan praktis hanya dinikmati oleh Avanza dan Xenia, membuat merek lain tergiur.
Tantangan pertama, Avanza-Xenia, datang dari Suzuki yang pernah menguasai pasar mobil nasional di era 1980-an di bawah naungan Grup Indomobil. Suzuki mencoba meracik bumbu yang sedap buat membuai basis konsumen Avanza-Xenia, sehingga mau berpaling padanya. Jagoannya, Ertiga, lahir sejak 2012, menyasar segmen sama LMPV menawarkan kenyamanan dan fitur lebih lengkap ketimbang “sang petahana”.
Sejak era ini dimulai jargon lain yang diciptakan para pewarta, yakni “ MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza”. Kelahiran Ertiga sempat membuat Toyota Avanza sebagai pemimpin pasar menyusun strategi menjaga para calon konsumennya. “Kalau tidak dibendung dengan mendorong stok ke pasar, Avanza bisa berbahaya. Sebenarnya Ertiga itu model bagus, tetapi jadi tidak ‘bunyi’ (penjualannya) saat peluncuran,” kata salah satu eksekutif PT Toyota Astra Motor (TAM), waktu itu.
Dengan banjirnya Avanza di pasar, membuat konsumen tak sulit memperoleh MPV Sejuta Umat Toyota tersebut. Sementara, Suzuki masih mempersiapkan lini produksi pabrik yang baru ancang-ancang berlari, harus menghadapi “serangan balik” di awal kelahirannya oleh sang pemimpin pasar. Pada tahun pertama pemasarannya, Suzuki mampu menjual 34.074 unit Ertiga. Sedangkan, Toyota menjual 192.146 unit Avanza.
Setahun kemudian (2013), Suzuki mulai berlari mendongkrak penjualan Ertiga hingga 63.318 unit. Tapi, lewat strategi meredam, Toyota mengguyur pasar dengan menjual 213.458 unit Avanza. Setelah itu, penjualan Ertiga mulai melandai pada tahun-tahun berikutnya, meski mampu bertahan di level 30.000-40.000 unit per tahun sampai saat ini.
Calon Konsumen Ertiga Diesel Hybrid di Indonesia.
Calon Konsumen Ertiga Diesel Hybrid di Indonesia.(Stanly/KompasOtomotif)
Tetapi, Ertiga mampu menggoyang dominasi sang saudara kembar, Daihatsu Xenia. Pada tahun yang sama, penjualan antara Ertiga dan Xenia terpaut tipis, Daihatsu mencatatkan penjualan 64.611 unit. Bahkan, pada 2014, Ertiga mampu menggeser Xenia dari peringkat mobil terlaris kedua di Indonesia, dengan torehan 47.015 unit, sedangkan Daihatsu 46.710 unit.
Pada 2012, Nissan juga mencoba peruntungan lewat strategi tipikal mereka. Memboyong model global dan dipasarkan ke Indonesia dan berharap produk itu bisa diterima dengan baik. Nissan mengandalkan NV200, kendaraan niaga, kebanyakan digunakan dalam versi blind-vandi Eropa, dan masih menggunakan per daun (leaf spring), untuk terjun masuk ke pasar LMPV.
Nissan memilih nama Evalia dan mencoba memberikan sentuhan kosmetik kepada mobil ini, berharap konsumen di Indonesia bisa tertarik. Hasilnya, fakta data yang berbicara. Tahun pertama pemasarannya (2012), Evalia terjual 10.691 unit. Namun, tahun berikutnya (2013) langsung anjlok, tinggal 5.934 unit, makin menyusut jadi 2.945 unit (2014), sampai sekarang tinggal ratusan unit saja, bahkan nyaris tak terdengar kabarnya.
Peta persaingan antara Avanza, Xenia, Ertiga, dan Evalia periode 2010-2016 (Gaikindo).
Peta persaingan antara Avanza, Xenia, Ertiga, dan Evalia periode 2010-2016 (Gaikindo).(Ghulam N/KompasOtomotif)
MPV Pembunuh Kedua
Tantangan Berlanjut, kali ini datang dari Amerika Serikat, General Motors (GM), lewat merek Chevrolet. Tak tanggung-tanggung, GM bahkan mau berspekulasi menyuntikan dana 150 juta dollar AS untuk menghidupkan kembali pabrik lamanya yang mati suri di Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat, berkapasitas 40.000 unit per tahun.
Revitalisasi GM di Indonesia benar-benar berlangsung masif. Selain merekrut pekerja baru untuk mengisi lini produksi di pabrik, perusahaan juga membajak beberapa nama eksekutif dari merek lain. Berharap ada penyegaran strategi pemasaran lewat jagoan baru, Spin. Sentimen GM sebagai produsen mobil terbesar AS memang besar terhadap Toyota dan rivalitas kedua prinsipal memang sudah terjadi bahkan di skala global, saling berebut, mengklaim sebagai produsen otomotif terbesar di dunia.
Chevrolet Spin Activ bisa menjadi andalan saat keluar dari rutinitas.
Chevrolet Spin Activ bisa menjadi andalan saat keluar dari rutinitas.(KompasOtomotif-donny apriliananda)
Masalahnya, Toyota berkuasa penuh di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia. GM tak mau kehilangan kesempatan begitu saja dan mencoba menantang. Model baru disiapkan, Spin, diklaim sudah melakukan riset mendalam sesuai kebutuhan konsumen Indonesia. Lagi-lagi, Chevrolet Spin, didapuk sebagai “ MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza” dari Amerika mulai dipasarkan sejak 2013.
Pada tahun pertamanya, Chevrolet Spin memulai dengan langkah pelan, terjual Cuma 10.941 unit. Bukannya naik pada tahun selanjutnya, penjualan justru turun ke level 7.475 unit pada 2014, lebih parah ke 3.552 unit (2015), sampai akhirnya terjadi pengumuman mengejutkan disampaikan oleh pihak prinsipal.
Dibalut kondisi krisis global yang terjadi, GM mengumumkan akan menghentikan operasional pabrik di Indonesia yang baru berusia tiga tahun, pascarevitalisasi. Chevrolet yang semula bertatus sebagai pemanufaktur, beralih fungsi jadi importir dan mengandalkan pasokan model dari pabrik GM di Korea Selatan. Praktis, produksi Spin juga dihentikan dan tidak ada kabar kelanjutannya sampai saat ini.
Peta persaingan antara Avanza, Xenia, Mobilio, dan Spin periode 2010-2016 (Gaikindo).
Peta persaingan antara Avanza, Xenia, Mobilio, dan Spin periode 2010-2016 (Gaikindo).(Ghulam N/KompasOtomotif)
MPV Pembunuh Ketiga
Pada akhir 2013, pemerintah Indonesia juga menelurkan program baru, Kendaraan Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) atau lebih dikenal dengan julukan “mobil murah”. Program ini merupakan bentuk saingan dari proyek, “Eco Car” yang digulirkan oleh pemerintah Thailand. Dari proyek itu, lahir beberapa model yang diimpor ke Indonesia, antara lain Honda Brio, Nissan March, dan Mitsubishi Mirage.
Program ini ada kaitannya dengan sang “MPV Sejuta Umat Pembunuh” ketiga dari Honda, yakni Mobilio. Honda mulai memasarkan Brio ke Indonesia sejak 2012, sambil mengembangkan produk LMPV baru menggunakan platform yang sama. Setelah dua tahun riset, akhirnya Honda meluncurkan Mobilio.
Banyak orang mengatakan tantangan yang Toyota Avanza terima, kali ini setimpal, mengingat citra merek Honda yang kuat di benak konsumen Indonesia. Meski begitu, sebagai pemain baru, Honda tentu wajib menciptakan ramuan yang tepat, karena selain membidik Avanza, juga harus bersaing dengan Ertiga dan Xenia yang sudah terlanjur ada di pasar.
Benar saja, pada tahun perdana (2014) kemunculannya di pasar, Honda Mobilio langsung mampu menggeser Daihatsu Xenia dan Suzuki Ertigadari takhta segmen LMPV di Indonesia. Honda mampu menjual 79.288 unit Mobilio, sedangkan Ertiga terjual 47.015 unit, dan Xenia 46.710 unit. Lantas bagaimana Avanza, masih melenggang dengan torehan mantap, dengan penjualan 162.070 unit.
Sampai tahun berikutnya, 2015 Honda Mobilio terjual 42.932 unit dan 39.482 unit (2016). Mobilio juga berhasil menggantikan posisi Jazz yang sebelumnya menyumbang penjualan terbesar buat Honda di Indonesia. Sampai sekarang, posisi Avanza masih belum tergoyahkan oleh MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek sekelas Honda sekalipun.
Wuling Confero S.Wuling Confero S.
Wuling Confero S.(Ghulam/KompasOtomotif)
MPV Pembunuh Empat dan Lima
Memasuki 2017, tantangan baru datang lagi. Kali ini, dua “MPV Sejuta Umat Pembunuh” hadir mewakili China dan Jepang. Model yang pertama cukup sensasional, Wuling Confero S, merupakan andalan dari perusahaan konsorsium antara SAIC, GM, dan Wuling dari China dan membentuk PT SGMW Motor Indonesia (Wuling Motors). Raksasa otomotif asal China ini tak main-main masuk ke Indonesia, membawa investasi sampai 700 juta dollar AS.
Dana itu digunakan untuk langsung membangun pabrik baru di Karawang, berkapasitas 120.000 unit per tahun. Model pertama yang diproduksi, Confero S, lagi-lagi didapuk sebagai MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza. Kehadiran Wuling Motors di Indonesia juga ada kaitannya dengan mundurnya GM (Chevrolet) lewat andalannya Spin. Jadi, GM sepertinya bakal tetap berjuang di Indonesia versus Toyota, tetapi tidak secara langsung, tetapi lewat konsorsium bersama SGMW. Buktinya, mesin yang dipakai Spin dan Confero S ini sama.
Cap merek China yang masih dipandang sebelah mata oleh konsumen akan menjadi tantangan tersediri bagi Wuling Confero S. Tetapi, mobil ini juga punya kelebihan, salah satu yang utama adalah, harganya yang kompetitif, jauh di bawah Avanza yang sudah dianggap tidak murah lagi. Selain itu, Confero S juga satu-satunya model yang menggunakan sistem penggerak belakang (rear wheel drive), kelebihan yang selama ini digaungkan Avanza ketika rombongan MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek lain mulai mengancam.
Sampai saat ini memang belum ada fakta data yang berbicara soal penjualan, karena Wuling Motors baru saja mulai memasarkan Confero S. Tetapi, bicara soal prestasi, mobil ini dipasarkan di China dengan nama, Wuling Hongguang, tercatat sebagai MPV terlaris di China, dengan penjualan 650.018 unit sepanjang 2016. Jumlah ini sama dengan setengah pasar mobil di Indonesia!
Mitsubishi siap meluncurkan EXpander, awal pekan depan.
Mitsubishi siap meluncurkan EXpander, awal pekan depan.(Istimewa)
Produk kedua, tak kalah sensasional, datang dari pemain lama di Indonesia, Mitsubishi. Merek yang cuma dikenal jago di segmen kendaraan niaga, lewat Colt Diesel (Kepala Kuning), mulai serius mau menggarap segmen kendaraan penumpang. Sang prinsipal tak main-main, menyiapkan model baru, sekaligus mendirikan pabrik perakitan baru, juga di Karawang, Jawa Barat. Pabrik baru Mitsubishi berkapasitas 80.000 unit per tahun di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, dengan investasi Rp 7,5 triliun, telah diresmikan Presiden Jokowi, April lalu.
Produk ini dikenalkan ke publik lewat bentuk konsep, XM Concept, sejak Agustus 2016 lalu. Sekarang sudah waktunya versi produksi lahir dan siap menantang kemapanan Avanza, dengan nama berlafal Expander. Sebagai pemain terakhir di segmen ini, Mitsubishi berusaha menawarkan EXpander dengan desain, karakter, dan fitur-fitur yang belum ada sebelumnya di Avanza, Xenia, Ertiga, atau Mobilio. Framing sport utility vehicle (SUV) yang dianggap mengental pada merek, juga coba dimainkan.
Revitalisasi bisnis juga dilakukan Mitsubishi, dengan menciptakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) khusus, yang mengelola bisnis kendaraan penumpang di bawah PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKSI). Sebelumnya, seluruh bisnis bernaung di bawah PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB). Perseroan yang terakhir, kini fokus mengelola bisnis kendaraan niaga, seperti truk dan bus.
Memang tantangan kedua MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza ini belum terbukti, karena baru diperkenalkan hari ini (Senin, 24/7/2017) dan mulai dipasarkan mulai akhir tahun. Tetapi, patut dinantikan seberapa jauh kedua model bisa menggoyang Avanza. Mungkin untuk menumbangkan dominasi Avanza, bisa dibilang sulit, tetapi yang pasti konsumen bakal punya alternatif pilihan yang setimpal di segmen LMPV.
Ilmu dan Dosa Avanza
Mengapa Toyota Avanza begitu dominan di pasar otomotif nasional, sampai-sampai tak ada satu merek manapun yang mampu menggoyahkannya?
Ibarat kesatria, Avanza itu punya ilmu tinggi yang sulit dikalahkan jawara lain, baik dari negeri sendiri (Jepang) atau tanah seberang (China). Ilmu yang diperoleh bukan dalam waktu singkat, tetapi bertahap, sabar, dan penuh sumber daya. Kesuksesan Avanza bukan “one man show” melainkan kerja tim yang solid saling mendukung. Bayangkan, hampir 14 tahun hadir di pasar otomotif nasional, populasi Avanza sudah lebih dari 1,6 juta unit.
Toyota Avanza
Toyota Avanza(TAM)
Ilmu pertama yang sulit diimbangi merek-merek, seperti Honda, Suzuki, Mitsubishi, Chevrolet, atau bahkan Daihatsu sekalipun, adalah jaringan penjualan. Sampai saat ini, Toyota memiliki 302 gerai pemasaran dan layanan purnajual dari Sabang sampai Merauke. Bayangkan, Honda sampai saat ini baru punya 139 gerai, sedangkan Mitsubishi (khusus kendaraan penumpang) 90 gerai. Paling mendekati, adalah Suzuki dengan 292 gerai, tetapi buktinya, Ertiga masih belum bisa menggoyang Avanza. Tentu saja, ada faktor penunjang lain, seperti tingkat kepercayaan konsumen, harga sparepart yang beragam (banyak barang KW), dan harga jualnya yang tak pernah mengecewakan.
Ilmu kedua, yang juga sulit diimbangi merek lain, adalah ragam promo (diskon) yang besarannya juga tak sedikit. Raksasa Grup Astra yang berada di belakang Toyota Avanza, menjamin sumber daya keuangan yang relatif stabil. Membuat para pesaingnya semakin sulit bergerak, apalagi sampai menumbangkan si MPV Sejuta Umat Toyota.
Tetapi, meski kekuatan begitu besar, Avanza bukan tanpa cacat. Salah satu dosa terbesar Toyota dengan Avanza adalah lamanya siklus hidup (lifecycle) yang dimilikinya. Bayangkan, sudah hampir 14 tahun sejak dipasarkan, Avanza baru punya dua generasi. Bahkan, generasi kedua muncul setelah delapan tahun dipasarkan. Padahal, biasanya pembaruan generasi biasanya terjadi setiap lima tahun sekali. Larisnya Avanza dan tanpa lawan pada awal-awal kemunculannya, menjadikan Toyota berlama-lama tak menawarkan ubahan-ubahan baru.
Kondisi ini membuat jenuh sebagian konsumen, sehingga terbuai pada MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek lain. Fitur-fitur yang ditawarkan ke konsumen juga sama, terlalu lama “dipirit”. Ketika model lain menawarkan fitur kenyamanan, baru kemudian Avanza mengikuti pada tahun berikutnya. Jika saja tanpa memawas diri, jangan kaget di masa depan bakal ada masanya Avanza akan dikalahkan, tetapi dalam waktu dekat, sepertinya sulit terwujud.
Avanza akan masih menjadi karang yang kokoh di Indonesia, siap menjadi batu sandungan, penantang abadi, atau menyerang balik dengan keji buat para MPV Sejuta Umat Pembunuh merek lain yang datang mengancam. Jangan-jangan, judulnya nanti terbalik, “Terbunuh Lagi MPV Sejuta Umat oleh Toyota Avanza”. Woles.
EditorAgung Kurniawan


Sumber: http://otomotif.kompas.com/read/2017/07/24/080100915/balada-mpv-sejuta-umat-pembunuh-avanza-

Jumat, 04 Agustus 2017

Yamaha Vixion 2017

Agustus 2017.


1. Yamaha Vixion R








2. Yamaha Vixion









3. Yamaha Vixion Movistar





Sumber: http://www.yamaha-motor.co.id

Jumat, 07 Juli 2017

Mengapa Sport 250cc 4 Cylinder Hidup di Dekade 1990an dan Kemudian Mati 10 Tahun Kemudian? Bagaimana Prospeknya di Indonesia?




Pencinta motorsport tentu hapal dekade emas 1990an. Di dekade ini sportbike 250cc 4 cylinder lahir. Namun sayangnya kurang lebih sepuluh tahun kemudian genre ini resmi disuntik mati, Mengapa? Apa yang terjadi?
zx2r.jpg
ZX-2R. Photo: Gumtree.co.au
cbr
CBR250RR. Photo: Gumtree.co.au
fzr2
FZR250R. Photo: Gumtree.co.au
gsx.png
GSXR250. Photo: Gumtree.co.au
Oke, pertama-tama, kita bahas dahulu, mengapa genre ini hidup.
Ada dua faktor:
Pertama, pada dekade itu, di Jepang, license untuk untuk memiliki motor ber-cc di atas 250cc (bukan SIM ya) cukup mahal dan sulit didapatkan. Ada barrier atau hambatan yang mirip terjadi di Indonesia saat ini dengan skema pajak PPNBM. Sehingga tercipta kebutuhan di pasar akan adanya motor yang masih 250cc namun memiliki ledakan tenaga lebih. Kemudian hadirlah 250cc 4 silinder. Dengan menurunkan teknologi dari motor 4 silinder ber-cc besar abang-abangnya.
Kedua, pada banyak negara yang memiliki sistem SIM berjenjang, pembatasan masih berdasarkan cc. A1 = 125cc (makanya banyak R125, CBR125 dll). Dan A2 batasannya 250cc. Saat itu tidak melihat ke power-to-weight ratio seperti sekarang. Pokoknya 250cc aja hayukkkk… Ini menyebabkan motor 250cc 4 silinder juga jadi menarik. Karena masih SIM A2, tapi tenaganya gilaaa.
Sayangnya pasar bagi motor-motor ini tergolong terbatas. Negara seperti Jepang dan Australia mengalami periode booming baik dengan grey market (Australia) maupun yang resmi. Di Australia yang masuk melalui ATPM resmi adalah Honda CBR250RR. Sementara pada akhir tahun 1990an, di Malaysia, ZX-2R dimasukkan secara resmi oleh Kawasaki Malaysia.
LALU MAS, mengapa kemudian 250cc 4 Silinder juga mati di pasaran dan akhirnya disuntik mati produksinya?
ALASAN UTAMA: Perubahan regulasi pada penjenjangan SIM tahap 2. Pembatasannya tidak lagi berdasarkan kubikasi 250cc. Namun juga ada batasan Power-to-weight Ratio. Untuk setiap 100kg berat motor, tenaga maksimum yang diperbolehkan adalah 15KW atau 20 HP.
MATILAH motor 250cc 4 cylinder. Wong dengan berat 150an kg tenaga yang didapat sampai 45 HP kokk… itu kan berarti 23 HP jauh lebih tinggi di atas batasan yang ditentukan oleh regulasi. Jadi ga bisa dibeli oleh pemegang SIM A2.
ARTINYA 250cc 4 silinder harus dijual sebagai motor untuk full license (tahap ketiga), bukan tahap A2 (kedua). Lahh ya ga ada yang mau beli.
MENGAPA? karena bagi pemegang SIM full license yang bebas bisa beli motor apa aja, ngapain mereka harus beli CBR250RR kalau bisa beli CBR600RR yang hanya 10% lebih mahal?
Note: CBR250RR pada tahun 1996 dijual di Australia seharga $10,000. Sementara itu CBR600RR hanya di $11,000.
BAGAIMANA PROSPEKNYA DI INDONESIA?
Hidup matinya sebuah produk itu tergantung kebutuhan pasar. Bagaimana barrier/hambatan pasar di Indonesia?
Di Indonesia ambang batas 250cc (terlepas dari powernya) masih sangat penting. Terutama berkaitan dengan pajak dan SIM. Selisih 1cc saja di atas 250cc, pajak melambung 75%.
Motor bergenre sport berkapasitas di atas 250cc yang ada di Indonesia harganya masih berkisar di 150-160 juta rupiah: CBR500R, Ninja 650. Itupun agak sport tourer. Yang benar-benar ber-DNA murni sport bertengger di  harga di atas 270an juta rupiah: R6. ZX6R.
Ada kekosongan harga antara 70 juta sampai 160 juta rupiah disitu. DAn ingat ini market yang kian berkembang.
Dari segi regulasi juga lebih menguntungkan melahirkan kelas 250cc ketimbang di atasnya.
Pertanyaannya: APAKAH DALAM HITUNGAN ATPM  MENDORONG LAHIRNYA KEMBALI KELAS 250CC 4 SILINDER DI INDONESIA CUKUP FEASIBLE?
Bagaimana menurut anda?
 Sumber: https://7leopold7.com